DIARY
KEHIDUPAN CITA-CITA DAN HARAPAN
Ini diary hidup dan catatan memilukan
tentang perjalanan menuju sebuah cita-cita yang diubah takdir dan keadaan
dimana semua bermula dari tidak adanya kesempatan, keterbatasan dan kesalahan
memilih.
Hidup memang tak pernah semudah
membalikkan telapak tangan. Nampaknya peribahasa itu sudah familiar terdengar
ditelinga setiap manusia. Itulah kenyataan yang harus ku pikul. Sejauh dan
selama ini aku menghabiskan hidupku demi sebuah impian sampai-sampai masa
remaja atau biasa disebut pubertas aku tinggalkan. Telah ku gadaikan semua
kesenangan masa remaja di bangku sekolah bersama buku-buku dan segala
pernak-pernik tugas yang berdeadline.
Aku sadar dan tahu benar, pendidikan tak
sepenuhnya berpengaruh pada tingkat kesuksesan seseorang karna pengalaman
sebagai pembelajaran hidup jauh lebih penting. Banyak orang berkata pendidikan
dengan segala ilmu didalamnya terkadang jauh dan tak digunakan didunia
sebenarnya, semua bergantung profesi apa yang akhirnya orang itu dapatkan karna
pendidkan adalah sarana pembeda pola pikir orang itu saja. Aku tak tahu benar
keabsahannya hanya saja kenyataan telah membuktikan dengan persentasi yang
cukup tinggi.
Hidup serasa menjenuhkan tanpa warna,
jauh dari pancaran kebahagian dari sosok remaja pada umumnya. Terlalu patuh
pada aturan dan tradisi baik dari keluarga, lingkungan maupun sekolah membuat
diri seperti tertindas, terinjak dan terhempas. Sungguh tak berarti selalu
dibawah, dipandang rendah tanpa penghargaan. Aku sadar tak semua usaha perlu
penghargaan, tapi bisakah mereka (manusia diluar sana) menghargai sedikit saja
atau meliriknya walau sesaat. Mereka seolah tak mau tahu atau memahami semua
ini, mereka membisu dan terus menganggungkan yang salah, yang seenaknya bahkan
yang berkuasa karena harta.
Dunia ini sungguh mengherankan, harta
bisa membeli segalanya bahkan martabat sekalipun. Termasuk dalam dunia
pendidikan, aku adalah korbannya. Selama hidupku selalu patuh aturan yang
diterbitkan setiap instansi pendidikan tapi apa balas budinya? Mungkin anda
(para pembaca) tahu sendiri. Pendidikan tak lain hanyalah formalitas atas nama selembar
kertas berharga beserta coretan angka didalamnya. Bahkan pemilihan instansi
menjadi prestise yang spektakuler dikepala.
Contohnya aku, sedari kecil impian dan
cita-citaku selalu terbentur kenyataan takdir pemilihan instansi pendidikan.
Semua itu mengubah hidupku termasuk cita-cita di bidang profesi. Hanya satu
yang enggan berganti dan tak terganti cita-cita untuk membahagian orang tua
(keluarga), berguna untuk orang lain dan sukses di segala bidang berasas
kemampuan. Cita-cita itulah yang tak akan terganti dan terpengaruhi situasi
apapun termasuk kesalahan memilih instansi
pendidikan.
Rencana memang sering gagal hanya ada
sekian persen saja berakhir sukses di lain waktu. Meski setiap manusia diberi
kesempatan yang sama namun takdir membedakannya. Hanya karna masalah biaya,
tidak adanya kesempatan dan kualitas kecerdasan otak semua impian bisa berakhir
dongeng. Termasuk aku yang terlahir dengan otak seadanya dan segalanya seadanya
namun berkecukupan untuk menunjang aku hidup sejauh ini. Semua itulah yang
menjadi motivator besar agar aku tak terjerumus menghancurkan diri
sehancur-hancurnya ditengah dunia kejam.
Sejauh ini orang masih memandangku lemah
dengan segala penampilan dan cara pandang terhadapku. Meski memiliki nilai
akademik lumayan bagus tak menjamin mereka memandangku berkompeten. Wajah, rupa
dan keadaanku telah membuat dir tersingkir bila dibandingkan orang lain (teman
sebaya ) yang casingnya lebih bagus. Aku hampir putus asa karna kenyataan ini,
rasa sakit dihati timbul sedikit-sedikit menjadi bukit amarah.
Semua ku persembahakan demi kebahagian
orang tua dan adik-adikku. Tak perduli betapa sakit, terhina dan streesnya
menjadi manusia seperti diriku. Aku hanya terus berharap semoga adik-adikku
kelak dimasa depan mendapatkan sesuatu jauh lebih baik dari yang ku alami.
Semoga kisah pilu dalam dunia pendidikan yang telah menjauhkan aku dari
cita-cita masa kecil tak terulang pada mereka.
Cukup hanya aku dan aku yang mengalami
dan menjalani semua ini. Semua telah terjadi dan harus dijalani sebagai akibat
dari masa lalu. Kini tinggalkan bagaimana aku bisa mempertanggung jawabkan
semuanya. Harapanku “Semoga masa depan cerah menyapa”.
Comments
Post a Comment